Semester II

  1. Menjaga Kehormatan

menjaga kehormatan adalah menjaga harga diri, nama baik, dan kemuliaan diri. Dengan kata lain menjaga harkat, martabat dan harga diri manusia. Menjaga kehormatan dalam Bahasa Arab disebut dengan muru’ah. Muru’ah adalah proses penjagaan tingkah laku seseorang agar sejalan dengan ajaran agama, menghiasi diri dengan akhlak terpuji dan menjauhi segala bentuk keburukan. Ada juga yang memberi definisi sebagai kemampuan untuk menghindari perbuatan yang negatif/buruk, sehingga dapat menjaga harkat, martabat, harga diri, dan kehormatan diri.

Sikap menjaga kehormatan, terdapat dalam Q.S. Al-Ahzab/33: 35

Sikap Muru’ah dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1) Muru’ah terhadap diri sendiri. Maksudnya adalah mempertahankan serta melaksanakan perilaku yang mulia dan menghindari perilaku yang tercela di manapun dan kapanpun meskipun dalam keadaan sendiri; 2) Muru’ah terhadap sesama makhluk. Maksudnya adalah menjaga perilaku yang mulia dan menghindari perilaku yang tercela kepada orang lain baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat;

3) Muru’ah terhadap Allah Swt. Maksudnya merasa malu kepada Allah Swt. sehingga membuat seseorang untuk selalu melaksanakan semua perintah-Nya, menjauhi semua larangan-Nya, dan merasa malu apabila berbuat bermaksiat kepada-Nya.

Sekarang, bagaimana contoh menjaga muru’ah? Diantara contoh muru’ah dalam kehidupan sehari-hari adalah:

1) Menjaga perkataan dengan tidak mengejek teman ataupun berkata kasar;

2) Menggunakan pakaian yang mencerminkan syariat Islam bukan menggunakan pakaian yang menampakkan lekuk tubuh;

3) Menjauhi pergaulan bebas dan zina;

4) Menjauhi makan dan minuman yang haram;

5) Mempergunakan harta di jalan yang baik. Diantaranya bisa dengan bersedekah, menyantuni anak yatim, memberikan beasiswa; 6) Tidak menyalahgunakan jabatan yang dimiliki

  1. Ikhlas

Kata ikhlas dari bahasa Arab. Secara bahasa kata ikhlas berarti murni, tidak bercampur, bersih, jernih, mengosongkan dan membersihkan sesuatu. Ikhlas berarti suci dalam berniat, bersihnya batin dalam beramal, tidak ada pura-pura, lurusnya hati dalam bertindak, jauh dari penyakit riya’ serta mengharap ridha Allah semata. Kaitannya ibadah, secara bahasa ikhlas berarti tidak memperlihatkan amal kepada orang lain. Sedangkan secara istilah, al-Jurjani dalam kitabnya al-Ta’rifat memberikan pengertian ikhlas adalah membersihkan amal perbuatan dari hal-hal yang mengotorinya seperti mengharap pujian dari makhluk atau tujuan-tujuan lain selain dari Allah. termasuk juga tidak mengharap amalnya disaksikan oleh selain Allah.

Salah satu ayat yang mengajarkan untuk ikhlas adalah Q.S. Az-Zumar/39

Ali Abdul Halim (2010) mengatakan bahwa ikhlas dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu.

a) Orang awam (umum). Pada tingkatan ini seseorang beribadah kepada Allah Swt., tujuannya mencari dan menghitung keuntungan dunia dan akhirat. Contohnya: seseorang melakukan ibadah shalat atau memberi shadaqah kepada anak yatim dengan tujuan ingin agar badannya sehat, hartanya banyak, mendapat bidadari dan nanti di akhirat masuk surga.

b) Orang khawash (khusus). Pada tingkatan ini, seseorang beribadah hanya untuk mencari keuntungan akhirat bukan lagi berorientasi pada keuntungan dunia. Seseorang pada tingkatan ini, beribadah sambil hatinya berharap untuk memperoleh pahala, surga, dan semua yang berorientasi pada akhirat.

c) Orang khawashul khawas (excellent). Seseorang masuk dalam tingkatan ini, apabila ia beribadah tidak ada motivasi apa pun, kecuali mengharap ridha dari Allah Swt. Ia beribadah setiap hari bukan sebagai kewajiban, tetapi menjadi kebutuhan sebagai seorang hamba. Dengan kata lain Ia beribadah tidak lagi didasari keinginan dunia maupun akhirat, melainkan didasari oleh rasa mahabbah (cinta) dan rindu kepada Allah Swt. Sehingga orang pada tingkatan ini mencapai kenikmatan dalam setiap ibadah yang dikerjakan.

ada tiga ciri seseorang yang ikhlas dalam beramal: 

1. Tidak lagi mengharap/menghiraukan pujian dan hinaan orang lain

2. Tidak lagi melihat kepada manfaat dan bahaya perbuatan, tetapi pada hakikat perbuatan, misalnya bahwa amal yang kita lakukan adalah perintah Allah.

3. Tidak mengingat pahala dari perbuatan yang dilakukan.

  1. Malu

Malu disebutkan oleh Nabi Saw sebagai cabang dari iman karena dengan sifat malu seseorang dapat tergerak melakukan kebaikan dan menghindari keburukan. Sifat malu akan selalu mengantarkan seseorang pada kebaikan. Jika ada seseorang yang tidak berani melakukan kebaikan, maka sebabnya bukanlah sifat malu yang dimilikinya, tetapi itu disebabkan sifat penakut dan kelemahan yang dimiliki seseorang tersebut.

Menurut Ibnu Hajar penulis kitab Fath al-Bari, malu dibagi menjadi dua, yaitu.

1) Malu naluri (gharizah) yakni sifat malu yang Allah ciptakan pada diri hamba sehingga mengantarkan hamba tersebut melakukan kebaikan dan menghindari keburukan serta memotivasi untuk berbuat yang indah. Inilah yang termasuk cabang dari iman, karena bisa menjadi perantara menaiki derajat iman.

2) Malu yang dicari/dilatih (muktasab). Sifat malu ini adakalanya bagian dari iman, seperti rasa malu sebagai hamba di hadapan Allah pada hari kiamat, sehingga menjadikannya mempersiapkan bekal untuk menemui Allah di akhirat nanti. Adakalanya juga malu ini bagian dari ihsan, seperti malunya hamba karena adanya rasa taqarrub atau merasa selalu dalam pengawasan Allah, inilah puncak dari macam-macam cabang iman.

Menguatkan Iman dengan Menjaga Kehormatan, Ikhlas, Malu,
Adab menggunakan Media Sosial
A. Pentingnya Adab Menggunakan Media Sosial dalam Islam
  1. Mencerminkan Akhlak Seorang Muslim
    Media sosial adalah ruang publik. Apa yang kita tulis, unggah, atau komentari akan mencerminkan kepribadian dan akhlak kita. Islam mengajarkan untuk berkata baik atau diam (HR. Bukhari dan Muslim), yang berarti setiap interaksi di dunia maya pun harus sopan, santun, dan mencerminkan nilai-nilai Islam.

  2. Mencegah Dosa dan Kerusakan
    Tanpa adab, media sosial bisa menjadi sarana menyebar kebencian, hoaks, fitnah, dan ghibah (menggunjing), yang semua itu dilarang dalam Islam. Dengan menjaga adab, kita menghindarkan diri dari perbuatan dosa dan meminimalisir dampak negatif bagi orang lain.

  3. Menjaga Kehormatan Diri dan Orang Lain
    Menyebarkan aib, menghina, atau mem-bully orang lain adalah pelanggaran terhadap kehormatan manusia. Islam melarang merendahkan orang lain, baik secara langsung maupun di media sosial (QS. Al-Hujurat: 11).

  4. Mewujudkan Ruang Digital yang Positif
    Adab dalam bermedia sosial membantu menciptakan lingkungan yang edukatif, damai, dan penuh manfaat. Konten yang dibagikan bisa menjadi amal jariyah jika berisi ilmu atau kebaikan.

  5. Menerapkan Prinsip Tabayyun
    Islam mengajarkan untuk memverifikasi informasi (tabayyun) sebelum membagikannya (QS. Al-Hujurat: 6). Tanpa tabayyun, seseorang bisa menyebar hoaks dan menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat.

B. Pengertian Adab bermedia sosial

Adab menggunakan media sosial adalah sikap dan perilaku baik yang harus diterapkan saat berinteraksi di media sosial. Secara bahasa, adab berarti kebiasaan atau etiket yang ditiru dari orang yang dijadikan teladan. Sementara media sosial adalah platform berbasis internet yang memungkinkan penggunanya untuk berkomunikasi, berbagi informasi, dan menampilkan diri di hadapan publik. Perkembangan teknologi telah mengubah cara orang berkomunikasi dan mengakses informasi, sehingga penting untuk menjaga adab dalam penggunaannya, seperti di Facebook, Instagram, Twitter, WhatsApp, dan lainnya.

C. Dalil Naqli

Meskipun, zaman Nabi Muhammad Saw. belum ada media sosial, tetapi rambu-rambu dalam berinteraksinya diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Di antara dalil naqli tentang menggunakan media sosial terdapat dalam Q.S. Al-Hujurat/49: 6 

D. Adab menggunakan media sosial
  1. Niat

    Dalam agama Islam, kedudukan niat sangatlah penting, tidak hanya karena merupakan rukun dari suatu ibadah, tetapi niat akan membimbing kesadaran dan sikap seorang muslim dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Bahkan dengan nilai suatu perbuatan akan ditentukan sesuai dengan niatnya.

  2. memilih teman yang baik

    Dalam bermedia sosial, pilihlah teman yang baik untuk menambah silaturahmi, berbagi informasi positif, dan saling mengingatkan dalam kebaikan. Jika ada yang mengajak pada hal yang melanggar agama atau norma, beranilah mengatakan tidak. Banyak kasus pertemanan di media sosial yang berujung pada pelanggaran agama dan hukum.

  3. Meneliti fakta atau kebenaran informasi yang diterima

    Sebelum membagikan informasi di media sosial, pastikan kebenarannya. Teliti isi berita agar tidak menyebarkan hoaks. Prinsip "saring sebelum sharing" penting agar informasi yang dibagikan bisa dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat, sesuai dengan Q.S. Al-Hujurat: 6.

  4. Menyampaikan informasi tanpa rekayasa atau manipulasi

    Berita bohong atau hoax biasa dimulai dari mengedit, merekayasa dan memanipulasi informasi yang ada di dalam sebuah berita. Padahal hal ini dilarang dalam Islam. Maka sebagai muslim yang baik, hendaknya tidak merekayasa dan memanipulasi informasi

  5. Mengajak kepada kebaikan

    seharusnya media sosial menjadi ladang dakwah kalian untuk menyeru kebaikan dan menebarkan perdamaian. Sehingga orang-orang akan tetap tergerak hatinya untuk mengikuti kebaikan.

  6. Dalam menggunakan media sosial, hindarilah bahasa yang menyinggung atau menyakiti atau menghina orang lain

    Menggunakan media sosial dengan bahasa yang menyinggung atau menyakiti atau mencaci-maki, atau menghina orang lain dapat menumbuhkan kebencian dan pertikaian dengan orang lain. Dengan kata lain segala bentuk perbuatan buruk harus dihindari dalam berinteraksi baik di dunia nyata ataupun di media sosial, seperti: menghasut, ujaran kebencian, menyebarkan berita bohong, dan acuh-tak acuh.

E. Penerapan Karakter dalam Adab Bermedia Sosial

Ada beberapa hal yang dapat diterapkankan dalam menggunakan media sosial agar tetap nyaman, yaitu.

a) Dalam berinteraksi di media sosial, saling menghormati dan menghargai antaranggota grup atau netizen. Gunakan bahasa yang santun, tidak menyinggung perasaan anggota dalam media sosial

b) Menghindari update status atau meng-upload berita berburuk sangka (su’udzan), mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus), dan menggunjing orang lain (ghibah). Hal ini sesuai firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-Hujurāt/49: 12.

c) Gunakan media sosial yang sehat dengan mengupload status atau informasi di grup yang bermanfaat bagi anggota. Hindarkan isi status atau komentar yang menyinggung SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Selain itu jangan ada muatan radikalisme, intoleransi, kekerasan, dan terorisme

d) Apabila dalam interaksi di media sosial ada perbedaan pendapat, anggota grup harus saling menghormati. Utamakan persatuan. Jangan sampai perbedaan pendapat di grup berdampak pada hubungan secara langsung maupun tidak langsung

e) Tidak memproduksi dan menyebarkan berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian (hatespeech) di media sosial.

F. Hikmah Adab bermedia sosial

Ada beberapa hikmah yang akan kalian dapatkan apabila mematuhi adab dalam bermedia sosial, yaitu:

a) Terhindar dari berita hoax

b) Mendapatkan kepercayaan dari orang lain

c) Orang lain merasa nyaman ketika melakukan silaturahmi di media sosial; d) Terjalin hubungan yang harmonis dengan sesama

e)Terhindar dari tindakan yang diskriminatif utamanya menyangkut unsur SARA