Materi

Semester II

Hakikat Mencintai Allah (Mahabbah), Khauf, dan Tawakal
A. Pendahuluan

Cinta kepada Allah (mahabbah), rasa takut (khauf), dan berserah diri (tawakal) adalah tiga konsep utama dalam tasawuf yang menjadi pondasi hubungan seorang hamba dengan Allah SWT. Ketiganya harus seimbang untuk mencapai ketenangan hati dan ketakwaan yang utuh

B. Hakikat Mencintai Allah (Mahabbah)

1. Pengertian Mahabbah

Mahabbah adalah cinta yang mendalam kepada Allah SWT melebihi cinta kepada segala sesuatu. Cinta ini melahirkan ketaatan, pengorbanan, dan kerinduan untuk selalu mendekat kepada-Nya.

Dalil:"Dan orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah." (Q.S. Al-Baqarah: 165)

Hadis Nabi: "Ada tiga hal yang jika dimiliki seseorang, ia akan merasakan manisnya iman: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya..." (HR. Bukhari-Muslim).

2. Tanda-Tanda Mahabbah
  • Prioritas utama: Allah lebih dicintai daripada harta, keluarga, atau diri sendiri.

  • Konsistensi ibadah: Rajin shalat, puasa, dan amal shaleh tanpa paksaan.

  • Mencintai apa yang dicintai Allah: Mencintai Rasul, Al-Qur'an, dan makhluk-Nya.

3. Cara Meningkatkan Mahabbah

Memperbanyak dzikir (mengingat Allah)
Membaca dan mengamalkan Al-Qur'an
Meneladani sifat-sifat Allah (Asmaul Husna)
Bersyukur atas nikmat-Nya

B. Khauf (Takut kepada Allah)
1. Pengertian

Khauf adalah rasa takut yang mendorong seorang muslim untuk menjauhi maksiat karena:

  • Takut akan azab Allah

  • Takut kehilangan ridha-Nya

Dalil:
"Dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut." (QS. Al-Baqarah: 40)

2. Jenis Khauf
  • Khauf Positif: Takut yang menghasilkan ketaatan (contoh: takut berbuat dosa).

  • Khauf Negatif: Takut yang membuat putus asa dari rahmat Allah.

    3. Manfaat Khauf

    🔹 Menjaga diri dari maksiat
    🔹 Meningkatkan kualitas ibadah
    🔹 Mendapatkan perlindungan Allah

C. Tawakal (Berserah Diri kepada Allah)
1. Pengertian

Tawakal adalah berserah diri kepada Allah setelah berusaha maksimal, disertai keyakinan bahwa hasil ditentukan oleh-Nya.

Dalil:
"Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya)." (QS. At-Talaq: 3)

2. Syarat Tawakal
  1. Ikhtiar maksimal (usaha sungguh-sungguh).
  2. Doa (memohon pertolongan Allah).

  3. Penerimaan atas ketetapan Allah.

3. Contoh Tawakal dalam Kehidupan

📚 Siswa: Belajar giat + berdoa → ikhlas menerima nilai.

🌾 Petani: Menanam dengan baik + berdoa → pasrah pada hasil panen.

Menghindarkan Diri dari Sifat Temperamental (Ghadhab)

A. Pengertian Ghadhab

Ghadhab (غَضَب) secara bahasa berarti marah, sedangkan secara istilah adalah ledakan emosi yang tidak terkendali ketika menghadapi sesuatu yang tidak disukai, biasanya diekspresikan melalui kata-kata kasar, kekerasan fisik, atau sikap merusak. Dalam Islam, marah adalah fitrah, tetapi jika tidak dikendalikan, dapat menjadi akhlak tercela.

B. Dalil-Dalil Tentang Larangan Ghadhab

1. Al-Qur’an

"…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Ali Imran \[3]: 134)

2. Hadis Nabi SAW

“Seorang laki-laki berkata kepada Nabi ﷺ, 'Berilah aku nasihat.' Nabi bersabda: Jangan marah. Lalu orang itu mengulang pertanyaannya beberapa kali, Nabi tetap menjawab: Jangan marah.HR. al-Bukhari no. 6116)

C. Bahaya dan Dampak Negatif Ghadhab

Sifat temperamental atau mudah marah yang tidak terkendali dapat berdampak buruk, antara lain:

| Dampak pada Individu | Dampak pada Masyarakat |

| --------------------------------------- | ----------------------------------------- |

| - Merusak kesehatan mental dan fisik | - Memicu konflik sosial |

| - Hilangnya kontrol diri dan akal sehat | - Menumbuhkan permusuhan dan dendam |

| - Menyesal setelah bertindak | - Menurunnya kepercayaan dan keharmonisan |

D. Cara Menghindari Ghadhab

Berikut beberapa cara Islami dan ilmiah untuk mengendalikan sifat marah:

1. Berlindung kepada Allah

“Jika salah satu di antara kalian marah, hendaklah ia berkata: A'udzu billahi minasy-syaithanir rajim.” HR. al-Bukhari dan Muslim)

2. Mengubah posisi fisik

Rasulullah ﷺ bersabda: Jika kamu marah dalam keadaan berdiri, duduklah. Jika masih marah, berbaringlah.”(HR. Abu Dawud)

3. Diam

Nabi ﷺ bersabda: “Jika salah satu dari kalian marah, hendaklah ia diam.” (HR. Ahmad)

4. Berwudu

Karena marah adalah bara api dari setan, maka padamkan dengan air (wudu).

5. Latihan kesabaran dan mindfulness

Melatih tadabbur (perenungan), muhasabah (evaluasi diri), dan teknik pernapasan.

E. Penutup

Menghindari sifat ghadhab bukan berarti kita tidak boleh marah sama sekali, melainkan belajar untuk mengendalikan marah dengan cara yang sesuai dengan tuntunan Islam. Marah yang terkendali adalah tanda kekuatan sejati, bukan kelemahan. “Orang kuat bukanlah yang jago bergulat, tapi yang mampu mengendalikan dirinya saat marah.” HR. al-Bukhari no. 6114

Membiasakan Perilaku Kontrol Diri (Self-Control)
Pengertian Kontrol Diri
1. Secara Umum (Psikologi):

Kontrol diri adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi, keinginan, dan perilaku agar sesuai dengan nilai atau tujuan jangka panjang.

2. Dalam Islam:

Kontrol diri adalah bentuk mujahadah an-nafs (perjuangan melawan hawa nafsu), agar seseorang tetap taat kepada Allah dan tidak tergelincir dalam perbuatan dosa.

Dalil-Dalil Tentang Kontrol Diri
1. Al-Qur’an

"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya." (QS. An-Nazi’at [79]: 40–41)

"...Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan."
(QS. An-Nahl [16]: 128)

2. Hadis

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tapi orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Aspek Manfaat Pribadi - Menghindari penyesalan akibat emosi sesaat - Menumbuhkan disiplin dan kedewasaan Sosial - Mencegah konflik - Menumbuhkan sikap saling menghormati Agama - Menjaga diri dari maksiat - Memperkuat iman dan taqwa.

Jenis-Jenis Perilaku Kontrol Diri dalam Islam
  1. Menahan amarah (QS. Ali Imran: 134)

  2. Menghindari prasangka buruk (QS. Al-Hujurat: 12)

  3. Tidak tergoda hawa nafsu (QS. Al-Furqan: 63–68)

  4. Mengontrol lisan (HR. Bukhari-Muslim)

  5. Sabar dalam musibah dan ujian hidup

Penutup

Kontrol diri bukanlah bentuk kelemahan, melainkan kekuatan sejati seorang mukmin. Dalam Islam, orang terbaik bukan hanya yang banyak ibadahnya, tapi juga yang mampu menahan diri dari dorongan hawa nafsu dan amarah.

“Sebaik-baik jihad adalah jihad melawan diri sendiri (hawa nafsu).” (HR. Ibnu Hibban)