Bab II. Memahami Hakikat dan Mewujudkan Ketauhidan dan dengan Syu'abul (Cabang) Iman
Deskripsi blog
7/4/20255 min read
Pada dasarnya, setiap manusia dilahirkan dengan memiliki fitrah tentang keyakinan adanya zat yang Maha Kuasa. Keyakinan ini dalam istilah agama disebut dengan iman. Dalam hal ini manusia telah menyatakan keimanannya kepada Allah Swt. sejak masih berada di alam ruh. Sebagaimana yang tersebut QS. al-A’raf/7 : 172 berikut ini:
وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَاۛ اَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ ١٧٢
Artinya : Dan (ingatlah) Ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah Swt mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman) “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat tidak mengatakan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini”
Iman berasal dari bahasa Arab dari kata dasar amana - yu’minu - imanan, yang berarti beriman atau percaya. Adapun definisi iman menurut bahasa berarti kepercayaan, keyakinan, ketetapan atau keteguhan hati. Imam Syafi’i dalam sebuah kitab yang berjudul al-‘Umm mengatakan, sesungguhnya yang disebut dengan iman adalah suatu ucapan, suatu perbuatan dan suatu niat, di mana tidak sempurna salah satunya jika tidak bersamaan dengan yang lain.
Pilar-pilar keimanan tersebut terdiri dari enam perkara yang dikenal dengan rukun iman yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. Beriman tanpa mempercayai salah satu dari enam rukun iman tersebut maka gugurlah keimanannya, sehingga mempercayai dan mengimani keenamnya bersifat wajib dan tidak bisa ditawar sedikit pun.
Enam pilar iman itu antara lain adalah: 1) iman kepada Allah Swt., 2) meyakini adanya rasul-rasul utusan Allah Swt., 3) mengimani keberadaan malaikat-malaikat Allah Swt., 4) meyakini dan mengamalkan ajaran-ajaran suci dalam kitab-kitab-Nya, 5) meyakini akan datangnya hari akhir dan 6) mempercayai qada dan qadar Allah Swt.
Pokok pilar iman ini sebagaimana yang disebutkan dalam QS. an-Nisa/4: 136 yang artinya sebagai berikut: Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh
definisi iman
Definisi Syu’abul Iman
Menurut Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi dalam kitab Qamiuth-Thughyan ‘ala Manzhumati Syu’abu al-Iman, iman yang terdiri dari enam pilar seperti tersebut di atas, memiliki beberapa bagian (unsur) dan perilaku yang dapat menambah amal manusia jika dilakukan semuanya, namun juga dapat mengurangi amal manusia apabila ditinggalkannya. Terdapat 77 cabang iman, di mana setiap cabang merupakan amalan atau perbuatan yang harus dilakukan oleh seseorang yang mengaku beriman (mukmin). Tujuh puluh tujuh cabang itulah yang disebut dengan syu’abul iman. Bilamana 77 amalan tersebut dilakukan seluruhnya, maka telah sempurnalah imannya, namun apabila ada yang ditinggalkan, maka berkuranglah kesempurnaan imannya. Jika setiap muslim mampu menghayati dan mengamalkan tiap-tiap cabang iman yang berjumlah 77 tersebut, maka niscaya ia akan merasakan nikmat dan lezatnya mengimplementasikan hakikat iman dalam kehidupan
Dalil Syu’abul Iman
Dari Abu Hurairah ra.berkata, Rasulullah Saw. bersabda: Iman itu 77 (tujuh puluh tujuh) lebih cabangnya, yang paling utama adalah mengucapkan laa ilaha illallah, dan yang paling kurang adalah menyingkirkan apa yang akan menghalangi orang di jalan, dan malu itu salah satu dari cabang iman (HR. Muslim).
Sabda Rasulullah Saw. yang lain terkait dengan cabang-cabang iman adalah sebagai berikut: Dari Anas r.a., dari Nabi Saw. beliau bersabda, tiga hal yang barang siapa ia memilikinya, maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah Swt. dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai (sesuatu) semata-mata karena Allah Swt. dan benci kepada kekufuran, sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka. (HR. Bukhari Muslim)
dimensi dari keimanan itu menyangkut tiga ranah yaitu: 1. Ma'rifatun bil qalbi yaitu meyakini dengan hati 2. Iqrarun bil lisan yaitu diucapkan dengan lisan 3. ‘Amalun bil arkan yaitu mengamalkannya dengan perbuatan anggota badan. Dari pengelompokan berdasarkan dimensi keimanan tersebut, maka syu’abul iman dibagi menjadi tiga bagian yang meliputi: a. Niat, akidah dan hati; b. Lisan / ucapan; c. eluruh anggota badan; Adapun pembagian 77 cabang keimanan berdasarkan pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Cabang iman yang berkaitan dengan niat, aqidah dan hati
Pembahasan tentang iman tentu tidak bisa lepas dari pembahasan tentang keyakinan. Orientasi tentang pembahasan iman ini dititikberatkan pada jiwa atau hati, karena pusat dari keyakinan seseorang adalah hati. Orang yang beriman yaitu orang yang di dalam hatinya, di setiap ucapannya dan pada segala tindakannya adalah sama, sehingga dapat diartikan bahwa orang yang beriman adalah orang yang jujur, memiliki prinsip, pandangan dan sikap hidup yang teguh.
b) Cabang Iman yang Berkaitan dengan Lisan
Islam mengajarkan kepada setiap muslim untuk menjaga lisan, agar lisan senantiasa dipergunakan untuk sesuatu yang baik dan tidak bertentangan dengan kehendak Allah Swt. Tentang hal tersebut, Rasulullah Saw. bersabda: “Lisan orang yang berakal, muncul dari balik hati nuraninya, sehingga ketika ia hendak berbicara, terlebih dahulu ia akan kembali ke hati nuraninya. Apabila (pembicaraannya) bermanfaat baginya, maka ia berbicara, dan apabila dapat berbahaya, maka ia menahan diri. Sementara hati orang bodoh terletak pada mulutnya dan ia berbicara apa saja sesuai yang ia kehendaki” (HR. Bukhari-Muslim).
c) Cabang Iman yang Berhubungan dengan Perbuatan dan Anggota Badan
Iman adalah sesuatu yang abstrak dan sangat sulit untuk diukur. Iman bukan saja sekedar terucapnya pengakuan seseorang melalui lisan yang mengatakan bahwa ia beriman, karena bisa saja orang munafik memproklamirkan keimanannya, namun hatinya mengingkari apa yang ia katakan. Iman juga bukan sebatas pengetahuan tentang makna dan hakikat keimanan itu sendiri. Sebab tidak sedikit orang yang mampu memahami hakikat iman, namun ia mengingkarinya. Iman bukanlah sekedar amalan yang secara lahiriah menunjukkan kesan dan penampilan seolah-olah seseorang begitu beriman. Sebab orang-orang munafik pun tidak sedikit yang secara penampilan lahiriyah mempertontonkan rajin beribadah dan berbuat baik, sedangkan terdapat pertentangan dan kontradiksi dalam batin mereka, karena apa yang diperbuatnya tidak didasari oleh ketulusan untuk menggapai rida Allah Swt. Lain di mulut lain pula di hati.
7. Hikmah dan Manfaat Syu’abul Iman
Berikut ini, beberapa hikmah dan manfaat serta pengaruh iman pada kehidupan manusia.
1. Iman menghilangkan sifat kepercayaan manusia terhadap makhluk Orang yang beriman hanya percaya kepada Allah Swt. Jika Allah Swt. berkehendak memberikan pertolongan maka tidak ada kekuatan apapun yang mampu menghalangi-Nya, sebaliknya jika Allah Swt. berkehendak menimpakan bencana, maka tidak ada kekuatan apapun yang sanggup menahan-Nya. Iman mampu menghilangkan perilaku syirik, percaya terhadap kesaktian benda-benda keramat, tahayul, khurafat dan sebagainya.
2. Iman menanamkan sikap tidak takut menghadapi kematian Dalam kehidupan saat ini, banyak manusia yang takut menyampaikan kebenaran karena takut menghadapi risiko termasuk risiko kematian. Dalam hal ini, orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian adalah hak prerogatif Allah Swt. sehingga berani mengatakan kebenaran,
3. Iman akan membuat seorang mukmin memiliki jiwa yang tenang Tidak ada seorang pun yang akan luput dari ujian dan musibah dalam kehidupan. Dalam hal ini akan nampak sekali perbedaan menghadapi musibah dan ujian bagi orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Orang beriman akan cenderung bersikap tenang (sakinah) dan tentram (muthmainah) dalam menghadapi masalah. Kedekatan dan tawakalnya kepada Allah Swt. akan menumbuhkan sikap penyerahan diri kepada Allah Swt. dan senantiasa sabar dalam kondisi seberat apapun.
4. Iman mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan berkualitas Kehidupan yang baik bagi seorang mukmin adalah kehidupan yang senantiasa hanya berisi hal-hal yang baik. Iman akan menuntun seseorang untuk menyeleksi perbuatan baik yang patut dilakukan, dan perbuatan buruk yang harus dihindari. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam QS. an-Nahl/16: 97 berikut ini: Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
5. Iman menumbuhkan sikap ikhlas Keyakinan terhadap rida Allah Swt. akan mempengaruhi seseorang untuk senantiasa melakukan sesuatu dengan penuh keikhlasan. Iman akan menuntun seseorang untuk senantiasa hanya berharap rida Allah Swt. sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. al-An’am/6: 162 berikut ini: Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Swt. Tuhan seluruh alam”